Kamis, 31 Juli 2008

TUGAS IV SP PSIKOLOGI UMUM

TUGAS IV SP PSIKOLOGI UMUM

KASUS ANARKISME YANG DILAKUKAN “REMAJA” SEBAGAI REFLEKSI LEMAHNYA PENGENDALIAN EMOSI DAN GEJOLAK USIA PERKEMBANGAN.

Contoh nyata yang sering kita jumpai dikalangan remaja adalah tawuran antar pelajar. Tak jarang kita menjumpai kasus seperti ini bahkan kita pernah terlibat di dalamnya. Menjadi pemimpin dalam sebuah geng remaja mempunyai nilai plus dimata rekan-rekan dan kepuasan itu muncul saat orang lain segan dengan geng yang dipegang. Kehilangan masa depan, koma dan ancaman nyawa melayang tak membuat mereka jera. Hal ini disebabkan oleh pengendalian emosi dan gejolak usia perkembangan yang tidak terkontrol. Di usia ini remaja sedang giat-giatnya mencari jati diri dan pengakuan tapi kesalahan cara untuk mendapatkan cita-citanya menyebabkan terjadinya penyimpangan.

Ada pelajar yang berpikiran bahwa jika mereka tidak tergabung dalam geng tertentu, ia bukanlah remaja yang gaul bahkan mungkin akan dilecehkan oleh teman-temannya. Tidak stabilnya emosi dan ketidak mampuan dalam mengontrol emosi dapat memancing terjadinya bentrok atau tawuran khususnya dikalangan pelajar. Perlu kita keyahui bahwa tawuran tersebut tidak hanya merugikan mereka sendiri melainkan merugikan pihak-pihak lain yang sebenarnya tidak terlibat dalam aksi tersebut, seperti peluru nyasar ataupun merusak fasilitas umum.

KASUS KENAKALAN DAN KEKERASAN DIKALANGAN REMAJA PUTRI.

Indonesia memanglah Negara demokrasi yangmana menghalalkan kebebasan individu untuk mengeluarkan pendapatnya ataupun mengembangkan kreativitasnya. Kesetaraan gender membuka peluang kaum hawa untuk mendapatkan pengakuan yang sama dengan kaum adam. Emansipasi positifpun dibutuhkan demi kemajuan bangsa. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh remaja putri dikota PATI bukanlah emansipasi melainkan penyimpangan.

Geng NERO ( Neko-Neko Dikeroyok ) adalah salah satu komunitas geng pelajar yang beranggotakan siswi-siswi SMP dan SMA. Keberadaan geng ini sangat meresahkan masyarakat khususnya bagi oaring tua yang mempunyai anak perempuan karena tidak menutup kemungkinan anak mereka dapat terjerumus atau tergabung dalam komunitas tersebut atau mungkin hanya sebagai korban dari kekerasannya. Untuk itu. Orang tua diwajibkan menanamkan nilai-nilai social dan keagamaan sejak dini sehingga frekuensi keterpengaruhan dengan lingkungan yang menyesatkan itu dapat dikurangi. Selain itu juga, orang tua juga diwajibkan untuk mengawasi pergaulan anak-anaknya. Tanggungjawab pendidikan hendaknya tidak sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah tapi lingkungan sekitar dan keluarga juga harus membeerikan pendidikan yang mendewasakan anak-anaknya khususnya remaja putrid.

Ada berbagai factor yang menyebabkan remaja putri berbuat anarkis. Diantaranya adalah kejenuhan remaja terhadap kurikulum sekolah yang memberatkan siswa. Mereka menumpahkan kejenuhan itu pada tindak kekerasan atau perilaku negative lainnya. Menurut staf khusus menteri pemberdayaan perempuan, Pinky Saptandari “ kejahatan yang melibatkan geng perempuan bias saja terjadi sebagai akibat perubahan social budaya. Selama ini kaum perempuan dikenal lemah lembut dan cenderung menjadi korban dari aksi kejahatan dan kekerasan. Dengan membentuk geng, mereka dapat menonjolkan jati dirinya dengan cara melakukan kekerasan”. (Pos kota Minggu 15 Juni 2008)

Tidak ada komentar: